Kekerasan Terhadap Perempuan Masih Tinggi

April 17, 2017

Marinews99 - Deputi Bidang Proteksi Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Wanita dan Proteksi Anak, Vennetia Danes, mengatakan 1  dari tiga  perempuan pada rentang usia 15-64 tahun, atau sekitar 28 juta orang, pernah mengalami kekerasan fisik ataupun seksual. Temuan ini, menurut ia, didasarkan pada hasil Survei Pengalaman Hidup Wanita Tahun 2016. “Pelakunya dikenal sebagai pasangan wanita itu sendiri dan orang lain,” kata Vennetia di Batam, Kamis kemudian tiga belas April 2017.

Vennetia juga mengklaim, hasil survei tersebut selaras dengan data Catatan Tahunan Komnas Wanita, yang mencatat terdapat sebelas ribu dua ratus tujuh kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) pada 2015. Angka tersebut, menurut ia, juga senada dengan catatan kepolisian tentang jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan pada periode sama, yaitu321.757kasus. Sekitar72,15persen atau 225.654kasus merupakan tindak pidana pemerkosaan.

Selain tersebut, Vennetia menjelaskan, perempuan mengalami kekerasan ekonomi dan psikologi yang dilakukan pasangannya. Berdasarkan survei yang sama, menurut ia, satu  dari empat  wanita yang sudah menikah mengalami kekerasan ekonomi, seperti pemaksaan tidak boleh bekerja, tak diberi uang belanja, atau perampasan dana pribadi. “Satu dari 5  wanita juga mengalami kekerasan emosional atau psikis, seperti dihina, diintimidasi, dan dipermalukan di depan orang lain,” ujar Vennetia.

 Pencapaian kesetaraan gender dengan level partisipasi wanita hingga lima puluh persen atau setara ditargetkan kementerian PPPA dengan pria pada 2030. Sasaran ini merupakan permintaan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang berharap Indonesia menjadi 1  dari 10 negara contoh kesetaraan gender. Lantaran tercatat menempatkan beberapa wanita dalam susunan kepemimpinan negara dan lembaga, indonesia dinilai mempunyai potensi

Ketua Komisi Nasional Wanita, Azriana Manalu, menilai kekerasan terhadap wanita di Indonesia dilindungi sistem dan regulasi. Walau enggan mengungkapkan secara detil, ia mengatakan ada banyak peraturan daerah yang dalam penerapannya sangat diskriminatif terhadap perempuan. Saat mengalami kekerasan, peraturan-peraturan tersebut jugalah yang membuat perempuan kesulitan mencari keadilan

“Tugas berat kalau ingin serius menghapus kekerasan terhadap wanita. Contoh perda soal sunat pada wanita, Kementerian Sosial sempat memberi sikap tegas berupa pelarangan praktek itu, tetapi melunak saat didemo organisasi masyarakat,” kata Azriana. “Negara belum betul-betul hadir, sebab masih takut terhadap intervensi sekelompok orang.” 

 http://maripoker.com/register.php

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »